Monday, June 25, 2012

Manajemen Konflik dalam Komunikasi Antarpribadi

Oleh: Fachrur Rizha, S.Sos.I, SP, M.I.Kom.

I. PENDAHULUAN

Komunikasi adalah hubungan timbal balik yang terjadi antara komunikator dengan komunikan dalam hal penyampaian informasi dan pesan. Oleh sebab itu komunikasi sangat dibutuhkan oleh seluruh makhluk hidup yang menjadi kebutuhannya. Dalam hal ruang lingkup komunikasi tersebut bisa bersifat komunikasi kelompok, komunikasi massa, komunikasi public, maupun komunikasi antarpribadi seperti yang terjadi antara satu orang dengan orang lain, baik itu dalam lingkungan keluarga, masyarakat, maupun dalam lingkungan kerja.

Menurut James A. F. Stoner, bahwa komunikasi adalah proses di mana seseorang berusaha memberikan pengertian dengan cara pemindahan pesan. John R. Schemerhom dalam Managing Organization Behavior bahwa Komunikasi dapat diartikan sebagai proses antara pribadi dalam mengirim dan menerima simbol-simbol yang berarti bagi kepentingan mereka. (Widjaja, 200:13). Sedangkan menurut Rogers dan D. Lawrence Kincaid Komunikasi adalah suatu proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran inforamsi dengan sutu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pergertian mendalam (Cangara: 2006: 19).

Menurut Sarah Trenholm( 1986: 144) komunikasi antarpribadi itu face to face (tatap muka) dengan feedback yang langsung dan kemampuan beradaptasi satu sama lain. Richard West and Lyn H Tunner (2006:6) menyebutkan komunikasi antar pribadi ”The process of message transation between people (Usually two) who work toword ceating and sustaining shared meaning”.

Dalam proses komunikasi antarpribadi tentunya tidak dapat dihindari adanya terjadi konflik baik itu konflik yang terjadi karena disengaja maupun konflik yang terjadi tanpa disengaja. Konflik ini tentunya tidak dapat didiamkan namun juga harus bisa diselesaikan. Selain itu dalam mengelola konflik juga harus membutuhkan manajemen tersendiri, sehingga nantinya konflik yang terjadi dalam komunikasi antarpribadi tersebut juga dapat memberikan nilai positif.

II. PEMBAHASAN

A. Konflik dan Nilai Positifnya

Konflik berasal dari bahasa latin, confligere yang berarti benturan. Dalam kamus the Collins Consice (1988:235) disebutkankan bahwa konflik adalah “a Struggle between opposing forces.” Selain itu konflik juga diartikan sebagai “opposition between ideas, andlor interests.” Dengan demikian menurut kamus tersebut konflik bisa berupa fisik bisa pula berbentuk wacana. Senada dengan ta’arif tadi, The Macquire Dictonary memberikan ta’arifnya tentang konflik sebagai “to come into collision; clash, or be in opposition or at variance” (Ahmad Gunaryo, 2007: 31).

Setiap individu antarpribadi mengandung unsur-unsur konflik, pertentangan pendapat, atau perbedaan kepentingan. Yang dimaksud konflik adalah situasi di mana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat atau mengganggu tindakan pihak lain (Johnson, 1981).

Konflik adalah perbedaan tujuan, harapan, kepentingan dan cara pandang yang mempengaruhi hubungan antara dua pihak atau lebih. Konflik merupakan fakta kehidupan yang terjadi terlepas dari apakah orang menginginkannya atau tidak. Konflik terjadi bila kelompok atau pihak-pihak berusaha mencapai tujuan-tujuan yang tidak sesuai atau bertentangan. Konflik melibatkan pemikiran, emosi (perasaan-perasaan), pemikiran dan tindakan (tingkah laku) orang-orang (World Bank: 2009).

Konflik antara orang-orang adalah fakta kehidupan dan itu tidak selalu berarti buruk. Bahkan, hubungan dengan konflik sering mungkin lebih sehat dari satu konflik yang tidak diamati. Konflik terjadi pada semua tingkat interaksi di tempat kerja, di antara teman-teman, dalam keluarga dan hubungan antara mitra. Ketika konflik terjadi, hubungan dapat menjadi lemah atau diperkuat. Dengan demikian, konflik adalah peristiwa penting dalam perjalanan suatu hubungan. Konflik dapat menimbulkan kebencian, permusuhan dan mungkin akhir dari hubungan. Jika ditangani dengan baik, bagaimanapun, konflik dapat menjadi produktif mengarah ke pemahaman yang lebih dalam, saling menghormati dan kedekatan. Apakah hubungan itu sehat atau tidak sehat tidak banyak bergantung pada jumlah konflik antara peserta, tetapi pada bagaimana konflik diselesaikan.

Perbedaan dalam titik pandang merupakan hal yang tidak dapat dielakkan, dan seringkali memberikan pengayaan kepada diri kita. Ketika orang melakukan kajian terhadap sesuatu secara bersama-sama, maka selalu mengasumsikan bahwa dengan adanya fakta yang sama, pasti akan akan dicapai suatu analisis tertentu. Namun yang terjadi tidaklah demikian, suara bulat lebih tidak mungkin jika mempertimbangkan bahwa, di samping adanya perbedaan latar belakang yang sifatnya natural ini, masih ada perbedaan lain yang muncul akibat perbedaan status, kekuasaan, kekayaan, jabatan, usia, peran yang terkait dengan jenis kelamin tertentu, serta keanggotaan kelompok tertentu. Berbagai indikator posisi dalam masyarakat ini seringkali memberikan makna bahwa orang sering kali menginginkan hal yang berbeda dari kondisi yang sama, kadang-kadang sasaran ini bertentangan, dan saling bertabrakan. Inilah yang disebut konflik (Solihan, 2007: 5).

Berkaitan dengan konflik, ada dua macam situasi konflik. Yaitu intensifying conflict dan escalating conflict. Intensifying Conflict adalah upaya membuat konflik yang tersembunyi menjadi tampak dan terbuka, untuk tujuan yang baik dan penyelesaian masalah, dan escalating conflict adalah kondisi ketika level tekanan dan kekerasan meningkat. Tipe konflik berdasarkan hubungan antara tujuan dan tingkah laku ada empat macam (Fisher, 2000:5).

a. Kondisi tanpa konflik (No Conflict). Menurut persepsi orang pada umumnya, mungkin bahwa kondisi tanpa konflik, sebagaimana tergambar dalam kolom sisi kiri atas, merupakan kondisi yang diinginkan. Namun demikian, kelompok atau masyarakat yang damai, jika ingin bertahan lama, maka harus hidup dan dinamis, menyatukan konflik tingkah laku dan tujuan, serta menyelesaikan secara kreatif.

b. Konflik leten (Latent Conflict). Konflik laten adalah konflik yang berada di bawah permukaan, dan sebagaimana telah disarankan, konflik ini perlu dibawa ke permukaan sebelum dapat diselesaikan secara efektif.

c. Konflik terbuka (Open Conflict). Konflik ini mengakar secara dalam serta sangat tampak jelas, dan membutuhkan tindakan untuk mengatasi penyebab yang mengakar serta efek yang tampak.

d. Konflik permukaan (Surface Conflict). Konflik ini memiliki akar yang tidak dalam atau tidak mengakar. Mungkin pula bahwa konflik permukaan ini muncul karena kesalah pahaman mengenai sasaran dan dapat diatasi dengan perbaikan komunikasi.

Dalam setiap konflik selalu muncul tiga hal ini dalam bentuk dan sifat yang berbeda:

1. Pelaku: orang, kelompok atau pihak-pihak yang terlibat dalam konflik menyangkut; pandangan/persepsi, perasaaan, tentang isu-isu atau masalah, serta bagaimana hal-hal tersebut berhubungan satu sama lain dan dalam usaha untuk menjamin kehidupan secara berkelanjutan.

2. Proses. Serangkaian perubahan perilaku atau tindakan, pengambilan keputusan, dan bagaimana sikap pihak-pihak yang terlibat mengenalinya. Proses pengambilan keputusab sering diabaikan sebagai penyebab utama suatu konflik. Meski demikian, kemarahan, perasaan diperlakukan tidak adil dan perasaan ketidakberdayaan sering berakar pada hal ini (proses).

3. Masalah. Perbedaan harapan dan tujuan yang berpengaruh terhadap pola hubungan antarpribadi yang berbeda. Hal ini mencakup nilai-nilai yang berbeda, kepentingan dan kebutuhan yang bertentangan, atau pemanfaatan penyebaran atau eksebilitas terhadap sumberdaya yang terbatas (World Bank, 2009).

Kendati unsur konflik selalu terdapat dalam setiap bentuk hubungan antarpribadi, pada umumnya masyarakat memandang konflik sebagai keadaan yang buruk dan harus dihindarkan. Konflik dipandang sebagai faktor yang akan merusak hubungan, maka harus dicegah.

Namun, kini banyak yang mulai sadar bahwa rusaknya suatu hubungan sesungguhnya lebih disebabkan oleh kegagalan memecahkan konflik secara konstruktif, adil, dan memuaskan kedua belah pihak, bukan oleh munculnya konflik itu sendiri. Kini konflik sering diberi sebutan yang lebih berkonotasi positif, seperti bumbu dalam hubungan antarpribadi, baik dalam persahabatan, hubungan antara suami-istri, maupun bentuk hubungan lainnya (A. Supratiknya, 1995: 94).

Konflik dapat dipandang sebagai suatu kekuatan positif, jika dikelola dan dimanfaatkan dengan cara yang benar untuk meningkatkan kinerja dan perubahan dalam membangun individu. Namun sebaliknya akan berakibat buruk jika, konflik dipandang sebagai kekuatan untuk mempertahankan ketidakstabilan dan memperkuat kekuasaan bagi setiap personal terhadap orang lain.

Sesungguhnya, bila kita mampu mengelola secara konstruktif, konflik justru dapat memberikan manfaat positif bagi diri kita sendiri maupun bagi hubungan kita dengan orang lain. Beberapa contoh manfaat positif dari konflik adalah sebagai berikut (Johnson, 1981):

1. Konflik dapat menjadikan kita sadar bahwa ada persoalan yang perlu dipecahkan dalam hubungan kita dengan orang lain. Kalau Anda ingin menonton bioskop, sedangkan kekasih Anda ingin makan di restoran, mungkin hal itu menandakan adanta perbedaan hobi di antara kalian berdua yang perlu Anda perhatikan.

2. Konflik dapat menyadarkan dan mendorong kita untuk melakukan perubahan-perubahan dalam diri kita. Kalau kekasih Anda marah karena Anda lupa menjemput pulang dari praktikum, sebaiknya Anda sungguh-sungguh mulai belajar disiplin mengatur jadwal kegiatan dan membuat catatan-catatan kegiatan dengan cermat.

3. Konflik dapat menumbuhkan dorongan dalam diri kita untuk memecahkan persoalan yang selama ini tidak jelas kita sadari atau kita biarkan tidak muncul ke permukaan. Konflik dengan tetangga sebelah karena merasa terganggu oleh suara tape recorder yang disetel keras-keras, dapat mendorong untuk sekaligus menyampailkan keberatan kita terhadap kebiasaaannya membawa teman-teman yang ngobrol-ngobrol dengan suara yang keras hampir setiap malam mulai dari gelap hingga menjelang subuh.

4. Konflik dapat menjadikan kehidupan lebih menarik. Perbedaan pendapat dengan seorang teman tentang suatu pokok persoalan dapat menimbulkan perdebatan yang memaksa kita lebih mendalami dan memahami pokok persoalan tersebut, selain menjadikan hubungan kita tidak membosankan.

5. Perbedaan pendapat dapat membimbing kea rah tercapainya keputusan-keputusan bersama yang lebih matang dan bermutu. Dua kekasih yang bersitegang dalam memilih acara keluar mereka antara menonton bioskop atau makan di restoran, akhirnya memutuskan memasak di rumah, mengundang beberapa teman untuk makan malam bersama sambil menikmati acara televisi yang menarik.

6. Konflik dapat menghilangkan ketegangan-ketegangan kecil yag sering kita alami dalam hubungan kita dengan seseorang. Sesudah pertengkaran mulut yang cukup dahsyat, seorang sekretaris akhirnya merasa terbebas dari kejengkelannya kepada salah seorang koleganya yang suka sekali meminjam atau meminta perelatan dan perlengkapan tulis-menulis dari mejanya. Sesudah didamaikan oleh seorang teman lain, teman itu berjanji untuk tidak lagi mengganggunya dan akan lebih cermat merawat barang-barangnya.

7. Konflik juga dapat menjadikan kita sadar tentang siapa atau mecam apa diri kita sesungguhnya. Lewat pertengkaran dengan orang lain, kita menjadi lebih sadar tentang apa yang tidak kita sukai, apa yang membuat tersinggung, apa yang sangat kita hargai, dan sebagainya.

8. Konflik juga dapat menjadi sumber hiburan. Kita sengaja mencari sejenis konflik dalam berbagai bentuk permainan dan perlombaan.

9. Konflik dapat mempererat dan memperkaya hubungan. Hubungan yang tetap bertahan kendati diwarnai dengan banyak konflik, justru dapat membuat kedua belah pihak sadar bahwa hubungan mereka itu kiranya sangat berharga . selain itu juga dapat menjadi semakin erat, sebab bebas dari ketegangan-ketegangan dan karenanya juga menyenangkan.

Dengan kata lain, konflik dalam hubungan antarpribadi sesungguhnya memiliki potensi menunjang perkembangan pribadi kita sendiri maupun perkembangan relasi kita dengan orang lain. Asal, kita mampu menghadapi dan memecahkan konflik-konflik semacam itu secara konstruktif, ada empat hal yang dapat kita jadikan patokan untuk menetapkan apakah konflik yang kita alami bersifat konstruktif atau destruktif. Suatu konflik bersifat konstruktif bila sesudah mengalaminya:

1. Hubungan kita dengan pihak lain justru lebih erat, dalam arti lebih mudah berinteraksi dan bekerjasama.

2. Kita dan pihak lain justru lebih sering menyukai dan saling mempercayai.

3. Kedua belah pihak sama-sama merasa puas dengan akibat-akibat yang timbul setelah berlangsungnya konflik.

4. Kedua belah pihak makin terampil mengatasi secara konstruktif konflik-konflik baru yang terjadi di antara mereka (A. Supratiknya, 1995: 96).

B. Strategi dalam Mengatasi Konflik

Setip individu memiliki strategi masing-masing dalam mengelola konflik. Strategi-strategi ini merupakan hasil belajar, biasanya dimulai sejak masa kanak-kanak, dan akan bekerja secara otomatis. Biasanya kita tidak manyadari cara bertingkah laku kita dalam situasi-situasi konflik. Apa yang kita lakukan seolah-olah terjadi begitu saja. Bila kita terlibat dalam suatu konflik dengan orang lain, ada dua hal yang harus kita pertimbangkan:

1. Tujuan-tujuan atau kepentingan-kepentingan pribadi kita. Tujuan-tujuan pribadi ini dapat kita rasakan sebagai hal yang sangat penting, sehingga harus kita pertahankan mati-matian, atau tidak terlalu penting sehingga dengan mudah kita korbankan.

2. Hubungan baik dengan pihak lain. Seperti tujuan pribadi, hubungan baik dengan pihak lain dengan siapa kita berkonflik ini juga dapat kita rasakan sebagai hal yang sangat penting, atau sama sekali tidak penting (A. Supratiknya, 1995; 97).

Cara kita bertingkah laku dalam suatu konflik dengan orang lain, akan ditentukan oleh seberapa penting tujuan-tujuan pribadi dan hubungan dengan pihak lain kita rasakan. Berdasarkan dua pertimbangan di atas, dapat ditemukan lima gaya dalam mengelola konflik antarpribadi (Johnson, 1981):

1. Gaya kura-kura. Konon, kura-kura lebih senang menarik diri bersembunyi di balik tempurung untuk menghindari konflik. Mereka cenderung menghindar dari pokok-pokok soal maupun dari orang-orang yang dapat menimbulkan konflik. Mereka percaya bahwa setiap usaha memecahkan konflik hanya akan sia-sia. Lebih mudah menarik diri, secara fisik maupun psikologis, dari konflik daripada menghadapinya. Dalam pewayangan, sikap semacam ini kiranya kita temukan dalam figure Baladewa.

2. Gaya ikan hiu. Ikan hiu senang menaklukkan lawan dengan memaksanya menerima solusi konflik yang ia sodorkan. Baginya, tercapainya tujuan pribadi adalah yang utama, sedangkan hubungan dengan pihak lain tidak terlalu penting. Baginya, konflik harus dipecahkan dengan cara satu pihak menang dan pihak lain kalah. Watak ikan hiu adalah selalu mencari menang dengan cara menyerang, mengungguli dan mengancam ikan-ikan lain. Dalam pewayangan, sikap ini kiranya dapat kita temukan dalam figure Duryudana.

3. Gaya kancil. Seekor kancil sangat mengutamakan hubungan, dan kurang mementingkan kepentingan pribadinya. Ia ingin diterima dan disukai binatang lain. Ia berkeyakinan bahwa konflik harus dihindari, demi kerukunan. Setiap konflik tidak mungkin dipecahkan tanpa merusak hubungan. Konflik harus didamaikan, bukan dipecahkan, agar hubungan tidak menjadi rusak. Dalam dunia pewayangan, sikap ini kiranya dapat kita temukan dalam diri tokoh Puntadewa.

4. Gaya rubah. Rubah senang mencari kompromi. Baginya, baik tercapainya tujuan-tujuan pribadi maupun hubungan baik dengan pihak lain sama-sama cukup penting. Ia mau mengorbankan sedikit tujuan-tujuannya dan hubungannya dengan pihak lain demi tercapainya kepentingan dan kebaikan bersama.

5. Gaya burung hantu. Burung hantu sangat mengutamakan tujuan-tujuan pribadinya sekaligus hubugannya dengan pihak lain. Baginya, konflik merupakan masalah yang harus dicari pemecahannya dan pemecahan itu harus sejalan dengan tujuan-tujuan pribadinya maupun tujuan-tujuan pribadi lawannya. Baginya, konflik bermanfaat meningkatkan hubungan dengan cara mengurangi ketegangan yang terjadi di antara dua pihak yang berhubungan. Menghadapi konflik, burung hantu akan selalu berusaha mencari penyelesaian yang memuaskan kedua pihak dan yang mampu menghilangkan ketegangan serta perasaan negatrif lain yang mungkin muncul di dalam diri kedua pihak akibat konflik itu. Dalam dunia pewayangan, sikap ini kiranya dapat kita temukan dalam figure Kresna.

Kita perlu memahami strategi yang biasa kita gunakan dalam menghadapi dan memecahkan konflik dalam hubungan kita dengan orang lain. Dengan memahami strategi yang biasa kita pakai, kita berharap akhirnya dapat membiasakan diri menggunakan strategi yang palinhg efektif ditinjau dari sudut tercapainya tujuan-tujuan pribadi kita maupun terpeliharanya hubungan baik dengan orang lain.

C. Teknik Komunikasi Efektif untuk Mengurangi Konflik Setelah Anda menemukan diri anda dalam situasi konflik dengan orang lain, penting untuk mengurangi muatan emosional dari situasi sehingga Anda dan orang lain dapat mengatasi perbedaan-perbedaan Anda pada tingkat yang rasional dalam menyelesaikan konflik .

Teknik Menenangkan: Kita harus mengakui bahwa individu mempunyai cara yang berbeda untuk melihat sesuatu. Ini tidak berarti bahwa kita harus mengkompromikan prinsip-prinsip dasar kita sendiri. Kami hanya memvalidasi sikap yang lain sehingga kita dapat melanjutkan ke sehat resolusi konflik. Hal ini mungkin sulit dilakukan dalam situasi yang mudah menguap, tetapi tanda kekuatan individu dan integritas adalah kemampuan untuk menunda reaksi langsung kita untuk mencapai tujuan-tujuan yang positif. Kadang-kadang kita harus "kehilangan" agar pada akhirnya, untuk "menang."

Empati: Cobalah untuk menempatkan diri ke dalam sepatu orang lain. Melihat dunia melalui mata mereka. Empati adalah teknik mendengarkan yang penting yang memberikan umpan balik yang lain bahwa ia sedang mendengar. Ada dua bentuk empati. Pemikiran Empati memberi pesan bahwa Anda memahami apa yang lain coba katakan. Anda dapat melakukan hal ini dalam percakapan dengan mengutip kata-kata orang lain. Sebagai contoh, "Saya memahami Anda untuk mengatakan bahwa Anda percaya pada saya telah dipatahkan." Merasa Empati adalah pengakuan anda tentang bagaimana orang lain mungkin merasa.

Eksplorasi: Tanyakan lembut, menyelidiki pertanyaan tentang apa yang orang lain pikirkan dan rasakan. Mendorong yang lain untuk berbicara sepenuhnya tentang apa yang ada di pikirannya. Sebagai contoh, "Apakah ada pikiran lain bahwa Anda perlu untuk berbagi dengan saya?"

Menggunakan Pernyataan "Saya": Ambillah tanggung jawab atas pikiran Anda sendiri daripada menghubungkan motif orang lain. Hal ini mengurangi kemungkinan bahwa orang lain akan menjadi defensif. Sebagai contoh, "Saya merasa sangat kecewa bahwa hal ini telah datang di antara kami." Pernyataan ini jauh lebih efektif daripada mengatakan, "Anda telah membuat saya merasa sangat marah."

Membelai: Temukan mengatakan hal-hal positif tentang orang lain, bahkan jika orang lain marah dengan Anda. Menunjukkan sikap hormat. Sebagai contoh, "Aku benar-benar menghargai Anda karena memiliki keberanian untuk membawa masalah ini kepada saya. Aku mengagumi kekuatan dan sikap kepedulian Anda”. (http://www.drbalternatives.com).

Berbagai teknik komunikasi efektif dalam mengurangi konflik di atas merupakan wujud bagaimana kita menempatkan diri terhadap lawan komunikasi kita dalam mengurangi konflik yang mungkin mulai muncul. Selain itu cara tersebut juga efektif dalam membangun hubungan komunikasi antarpribadi yang lebih baik.

D. Sebuah Cara Rasional Menyelesaikan Konflik Dalam menyelesaikan konflik, juga memiliki sejumlah cara yang rasional sehingga nantinya konflik yang muncul dapat terselesaikan sesuai harapan. Berikut adalah model yang dapat membantu dalam menyelesaikan konflik antarpribadi.

Identifikasi Masalah. Memiliki diskusi untuk memahami kedua sisi dari masalah. Tujuan pada tahap awal ini adalah untuk mengatakan apa yang Anda inginkan dan untuk mendengarkan apa yang diinginkan orang lain. Menetapkan hal-hal yang Anda berdua sepakati, serta ide-ide yang telah menyebabkan perselisihan. Penting untuk mendengarkan secara aktif untuk apa yang lain berkata, gunakan pernyataan "saya" dan menghindari menyalahkan.

Dengan mengajukan beberapa solusi. Menggambar di titik-titik yang Anda berdua sepakat dan tujuan bersama Anda, menghasilkan daftar ide sebanyak yang Anda bisa untuk menyelesaikan masalah, terlepas dari bagaimana mereka mungkin layak. Tujuan ke ide kuantitas daripada kualitas pada tahap ini, dan membiarkan kreativitas menjadi panduan Anda.

Solusi alternatif. Sekarang, pergi melalui daftar alternatif solusi untuk masalah ini, satu per satu. Mempertimbangkan pro dan kontra dari solusi yang tersisa sampai daftar sempit untuk satu atau dua cara terbaik untuk menangani masalah. Penting bagi setiap orang untuk bersikap jujur dalam fase ini. Solusi mungkin tidak ideal untuk orang baik dan bisa melibatkan kompromi.

Memutuskan solusi terbaik. Pilih solusi yang tampaknya dapat diterima bersama, bahkan jika ia tidak sempurna bagi salah satu pihak. Selama adil dan tampaknya ada komitmen bersama untuk bekerja dengan keputusan, konflik memiliki kesempatan untuk diselesaikan.

Melaksanakan solution. Sangat penting untuk menyetujui rincian dari apa yang masing-masing pihak harus dilakukan, siapa yang bertanggung jawab untuk melaksanakan berbagai bagian dari kesepakatan, dan apa yang harus dilakukan.

Lanjutkan untuk evaluasi solusi. Resolusi konflik harus dilihat sebagai karya-karya berlangsung. Pastikan Anda meminta orang lain dari waktu ke waktu bagaimana keadaan. Sesuatu yang tidak terduga mungkin akan naik atau beberapa aspek dari masalah mungkin telah diabaikan. Keputusan Anda harus dilihat sebagai terbuka untuk revisi, asalkan revisi disepakati bersama (http://www.drbalternatives.com).

Cara-cara di atas adalah sejumlah cara bagaimana menyelesaikan sebuah konflik yang sudah terjadi, tentunya cara penyelesaian tersebut merupakan solusi yang diharapkan tidak sampai merugikan salah satu pihak, melainkan kembali kepada konsep win-win solution. Dengan demikian nantinya dalam komunikasi antarpribadi tidak ada yang merasa disalahkan atau menjadi kalah, namun keduanya memperoleh sebuah jalan penyelesaian yang menjadikan keduanya sebagai pemenang.

III. KESIMPULAN Konflik ternyata tidak selama menjadi hal yang bersifat negatif, namun konflik juga bisa membawa nilai positif dalam hubungan antarpribadi. Itu semua tergantung bagaimana seseorang dalam mengelola atau memanajemen konflik yang terjadi dengan baik. Konflik tentunya sebuah hal yang wajar terjadi dalam proses interkasi manusia, di sini tentunya yang paling penting bagaimana kita mengahadapainya. Apakah dengan tidakan yang dapat memperbesar dan menjadikan konflik menjadi semakin besar, atau dengan menghadapi konflik dan memanajemenkannya dengan baik sehingga memberikan jalan solusi terbaik.

Jika kita kembali kepada fenomena gunung es dari Sigmun Freud, tentunya hal itu juga bisa diterapkan dalam sifat konflik dalam interaksi manusia. Mungkin permukaan gunung es merupakan sikap yang ditimbulkan akibat konflik yang bisa dilihat, dan es yang ada di bawah permukaan laut yang lebih besar dari permukaan adalah hal-hal yang masih tersembunyi dari kasat mata kita. Dan ini tentunya bisa saja menjadi lebih besar dan terus menjadi konflik yang lebih mengkhawatirkan. Untuk itulah maka manajemen dalam menyelesaikan konflik antarpribadi ini sangat penting, selain guna menjalin sebuah komunikasi yang lebih efektif, juga sebagai bentuk menumbuhkan hubungan antarpribadi ke tingkat yang lebih baik, seperti halnya yang awalnya hanya sekedar teman kemudian berubah menjadi sahabat.

REFERENSI: A. Supratiknya, 1995, Tinjauan Psikologis, Komunikasi Antarpribadi, Kanisius, Yogyakarta. Fisher, Simon, et.al, 2000, Working With Conflict; Skills and Strategies for Action. London-New York: Zed Book Ltd. H.A.W. Widjaja, 2000, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, Rineka Cipta, Jakarta. Hafied Cangara, 2006, Pengantar Ilmu Komunikasi, PT Rajawali Grafindo Persada, Jakarta. Johnson, D.W. 1981, Reaching out. Interpersonal Effectiveness and Self-Actualization. Englewood Cliffs: Prentice-Hall. Sholihan, dkk. 2007, Mengelola Konflik Membangun Damai, Teori, Strategi dan Implementasi Resolusi Konflik, WMC (Walisongo Mediation Centre) IAIN Walisongo, Semarang. World Bank, 2009, Modul Conflict Resolution Training . PNPM Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. http://www.abacon.com/commstudies/interpersonal/inconflict.html http://www.drbalternatives.com/articles/cc2.html

Telah Dipublikasikan di Jurnal Komunikasi Unsyiah Banda Aceh

5 comments:

  1. Konflik tentunya sebuah hal yang wajar terjadi dalam proses interkasi manusia, namun yang terpenting bagaimana kita mengahadapai dan menyelesaikannya dengan baik.

    ReplyDelete
    Replies
    1. terimaksih udah memberi komentar, yang terpenting bagi kita adalah dengan mempelajari manajemen konflik menjadikan ukhuwah tetap terjaga. amin

      Delete
    2. Sama2. Menjaga ukhwah itu adalah sunnah. Tidak di dasari pada egoisme dalam menjalin komunikasi.

      Delete
    3. Betul sekali dan sangat super.. :)

      Delete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete