Monday, June 25, 2012

Problema Fungsi Media yang Bergeser

Oleh: Fachrur Rizha

(Penulis adalah Mantan Ketua IMPS Aceh-Bandung dan Dosen KPI STAI Teungku Dirundeng Meulaboh)

Secara perkembangannya, media massa di Indonesia saat ini jauh lebih dibandingkan sebelumnya. Media bertumbuhan di mana-mana bak jamur yang tumbuh ketika musim hujan tiba. Namun ternyata perkembangan media juga menimbulkan dampak sosial yang memprihatinkan, dikarenakan industri media tidak lagi memperhatikan kualitas informasi dan tayangan yang disuguhkan kepada masyarakat, melainkan hanya melihat dari sisi keuntungan yang akan diperoleh.

Salah satu contohnya adalah pemberitaan yang diberitakan dengan penulisan dan penampilan foto yang vulgar, seperti adanya media kuning yang kinerjanya jauh melenceng dari Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Tidak hanya di beberapa kota besar, bahkan di Aceh pun media kuning pun dapat diperoleh masyarakat dengan sangat mudahnya. Ini tentunya sangat berpengaruh terhadap perubahan psikologis masyarakat pembacanya.

Demikian juga dengan penanyangan sejumlah sinetron atau film yang kerap kali ditanyangkan dan ditonton oleh semua kalangan umur. Padahal sebagian besar yang ditayangakan itu bukannya mendidik, melainkan menghancurkan generasi penerus.

Penayangan sinetron yang ceritakan mengenai kisah asmara dua remaja yang akhirnya terjerumus pada hubungan intim di luar nikah, kemudian untuk menutupi aib keluarga pun menikahkan mereka. Coba bayangkan bagaimana bila ini nantinya jadi referensi para remaja kita untuk mendapatkan restu orang tua mereka dengan melakukan hal yang sama. Akan jadi apa nantinya generasi penerus kita?

Pemberitaan atau informasi yang disuguhkan oleh media juga terkadang tidak lagi sesuai dengan fungsi media massa secara keseluruhan, melainkan media lebih tarpaku pada fungsi menghibur saja, sehingga sejumlah informasi yang ditampilkan hanya berkisar mengenai sinetron, reality show, fashion, mode atau yang paling banyak saat ini adalah mengenai selebritis, mulai dari gaya hidup mereka hingga masalah pribadi seperti perceraian.

Hal inilah yang sangat disayangkan, karena nantinya secara tidak langsung ini akan menjadi panutan masyarakat dalam kesehariannya. Sejumlah peneliti kajian Ilmu Komunikasi di Indonesia juga telah meneliti hal ini, dan memang benar jika trend kawin cerai yang dilakukan oleh para selebriti berdampak pada meningkatnya angka perceraian di Indonesia.

Di sisi lain, tingginya kebutuhan dan permintaan audiens pada infotaiment juga menjadi alasan bagi perusahaan media untuk terus menambah programnya yang berhubungan dengan hal tersebut. Fenomena ini bisa dilihat dari berapa banyak persentase program sinetron, gosip dan lainnya dibandingkan dengan program yang bersifat berita dan pendidikan.

Memang saat ini ada sejumlah kebijakan pemerintah yang telah disahkan berkaitan dengan media massa, seperti Undang-Undang No.40 tahun 1999, Undang-Undang Penyiaran No.32 tahun 2002, dan juga telah disahkannya oleh DPR RI yaitu Undang-Undang Pornografi dan Porno Aksi. Di samping itu media massa sendiri juga selalu diawasi oleh Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Namun dalam aplikasinya semua kebijakan itu masih sangat jauh dari harapan. Hal ini tampak dari sistem kinerja media massa yang masih sangat banyak memberitakan atau menginformasikan hal-hal yang tidak sesuai dengan norma dan melenceng dari peraturan yang telah dikeluarkan.

Di sisi lain, peran masyarakat dalam mengawasi kinerja media massa juga sangat jauh dari harapan. Mereka tidak merasa memiliki peran dan dapat menentukan arah kinerja media, karena bagaimanapun media massa akan selalu membutuhkan masyarakat, jika masyarakat tidak menerima media massa tersebut maka pastinya media massa tidak akan dapat berkerja. Hal inilah yang saat ini terjadi pada masyarakat kita, mereka lebih memilih untuk bersifat pasif (cuek), sehingga hampir tidak ada wadah yang mengontrol kinerja media massa dengan baik dan menyeluruh. Padahal sebenarnya masyarakat adalah social control yang paling penting dan menentukan masa depan generasi penerusnya.

Untuk itu sangat dibutuhkan adanya peyaringan yang baik dari perusahaan media untuk kembali menata siaran yang disiarkan, sehingga tidak menimbulkan dampak yang buruk kepada anak-anak dan remaja. Karena persoalan dampak tersebut tidak hanya akan dirasakan oleh keluarga tetapi juga akan menjadi masalah sosial di dalam masyarakat dan bangsa ini di masa mendatang.

Selain itu peran orang tua dalam mengawasi setiap perkembangan anak mereka dalam mengkonsumsi media juga harus diperhatikan, karena ini sangat penting mengingat anak-anak dan remaja adalah umur yang paling rentan terpengaruhi. Dan jangan salahkan mereka ketika beberapa tahun ke depan perilaku dan etika remaja Aceh yang diharapkan sarat dengan Islami namun kenyataannya tidak jauh berbeda dengan apa yang terlihat di kota kota besar di Pulau Jawa

Ini semua dikarenakan mereka telah mengadopsi apa yang dilihat dan dibaca di media tanpa adanya sebuah pengawasan dari orang tua, serta remaja Aceh pun mulai “berkiblat” pada media bukan lagi pada syariat Islam yang selama ini menjadi harapan kita semua. ***

Telah Dipublikasikan di Harian Bumo Aceh Edisi 15 Juni 2012

No comments:

Post a Comment