Monday, December 22, 2014

Pentingkah Mengawal Tayangan Televisi?

Oleh: Fachrur Rizha

Siapa yang harus disalahkan ketika karakter hewan di televisi telah merusak jati diri anak dan remaja saat ini? mereka lebih mengidolakan menjadi "hewan super" dibandingkan menjadi manusia yang berbudi pekerti.

Media seakan telah menjadi bagian penting dari kehidupan manusia. Dalam sehari saja, kita bisa duduk lebih dari 3 jam di depan televisi. Semakin banyaknya terpaan media yang disuguhkan kepada khalayak, maka tidak tertutup kemungkinan terpaan tersebut dapat pula memberikan dampak dalam keseharian si penikmatnya. Dampak perilaku yang sangat rentan adalah pada usia anak-anak dan remaja. Mereka begitu cepat meng“copy-paste” ketika mengidolakan sesuatu dan mempraktekkan apa yang diamati.

Ketika anak-anak dan remaja mulai mengidolakan tokoh yang saban hari tampak di media khususnya televisi. Maka kemudian si anak maupun remaja bukan hanya sedekar mengidolakan, melainkan mulai mengikuti setiap karakter dan perilaku dari tokoh tersebut. Jika perilaku tersebut masih bersifat positif mungkin dapat diterima, namun bagaimana jika bersifat negatif. Seperti halnya menirukan gerakan dan lolongan serigala seperti yang mereka lihat di film “GGS (Ganteng-Ganteng Serigala)” atau anak yang marak jajan taring palsu untuk menyerupai harimau layaknya film “Manusia Harimau”?

Terus bagaimana jika ternyata nantinya anak-anak dan remaja mulai mengikuti gaya dan perilaku “hewan”. Bukankah seharusnya pada usia anak dan remaja, mereka butuh bimbingan untuk membentuk jatidiri dan karekter mereka untuk menjadi lebih dewasa dan berbudi luhur layaknya “manusia” dan bukan “hewan”. lebih miris lagi saat ini ketika kita melihat sejumlah anak yang pulang sekolah dan ketika berhadapan dengan orang tua mereka bukannya mengucapkan salam, melainkan mengaum bak harimau kelaparan

Belum lagi jika kita rujuk kembali tayangan YKS dengan goyang caesarnya yang kemudian dipraktekkan anak dengan bergoyang mengikuti gaya yang ditontonnya setiap malamnya itu. Bahkan jam tayangnya pun pada rentang waktu anak belajar serta dengan durasi yang tidak wajar untuk sebuah program acara.

Usia remaja juga sangat rentan dengan pengaruh tayangan televisi. media pun pada akhirnya dapat menjadikan perilaku mereka yang berubah agresif dalam pergaulan. Remaja mulai mengenal ciuman dan pelukan bahkan melegalkan perilaku yang menyimpang lainnya yang kemudian mereka praktekkan dalam lingkungan rumah maupun sekolah. Siapa yang harus disalahkan disini? mediakah, atau selektifitas yang tidak ada.

Secara terpaan media, memang sulit bagi kita untuk membendung setiap cuplikan tersebut. Namun tentunya sebagai pemirsa, kita punya kekuatan penuh untuk menolak atau memilih segala sesuatu tayangan yang disuguhkan. Apakah itu dengan mulai menentukan tayangan yang layak dan tidak layak ditonton, atau memberikan pengawasan dan bimbingan keluarga dalam menonton televisi.

Selain memilah dan memilih tayangan, menumbuhkan pemahaman anak-anak dan remaja dalam memfilter tayangan media juga perlu dilakukan. Baik itu dengan proses mendampingi ketika menonton televisi maupun dengan memberikan pemahaman jika tidak semua tayangan yang dilihatnya tersebut bisa dijadikan panutan.

Saat ini televisi telah mengakibatkan perubahan sikap dalam diri mereka. Anak-anak dan remaja seakan tidak tahu lagi apa yang semestinya dilakukan, dan mengakibatkan mereka seakan telah bersikap dewasa lebih awal atau dengan kata lain merasa dirinya bukan lagi di usia yang sebenarnya (dewasa dini).

Tema-tema kekerasan, seks, dan kriminalitas yang ditayangkan media kepada anak-anak dan remaja juga telah menanamkan pemahaman dalam benak mereka jika apa yang dilihat dari tayangan tersebut adalah hal yang sebenarnya dan mereka juga dapat melakukan hal tersebut. Ketika semakin keras dan vulgarnya nuansa televisi yang disaksikan anak-anak dan remaja, maka semakin tinggi pula resiko kejahatan dan kenakalan yang dapat mereka lakukan.

Saat ini anak-anak dan remaja dihadapkan dengan pembunuhan, kekerasan, penculikan, penyanderaan, amoral, asusila, keruntuhan budaya, dan sosial. Dampak dari problema ini adalah timbulnya kekacauan dan kerusakan pada kepribadian anak-anak dan remaja yang akhirnya mengakibatkan kepribadian di usia mereka terhapus dan terlewatkan.

Siaran televisi akan berdampak baik apabila yang disampaikan adalah pesan-pesan yang mengandung nilai-nilai positif dan bermoral. Sebaliknya, akan menjadi bahaya besar ketika televisi menyiarkan program-program yang bobrok dan amoral, seperti kekerasan, kriminalitas, dan pornografi.

Sayangnya, justru dewasa ini film-film yang disiarkan televisi umumnya sarat dengan kekerasan dan kriminalitas. Demi menarik pemirsa sebanyak mungkin, para pemilik media seakan berlomba-lomba menayangkan program “sampah” yang lebih banyak di layar televisi.

Anak-anak dan remaja menjadi pihak yang paling cepat terpengaruh. Mereka menganggap bahwa apa yang disiarkan merupakan sebuah kebenaran. Sehingga menyebabkan adanya perbedaan dari yang diajarkan oleh orang tua kepada anak dan bahkan anak-anak akan lebih mempercayai apa yang mereka saksikan di televisi dibandingkan dengan apa yang dianjurkan orang tua mereka.

Untuk itu sangat dibutuhkan adanya pengawasan yang baik dari orangtua “cerdas” sebagai penerima tayangan media. Masyarakat harus dididik untuk tidak lagi bersifat pasif dan hanya menerima apapun yang disajikan televisi. Namun masyarakat harus menjadi proaktif dan membentuk “pirisai” yang kuat dalam mengawal setiap tayangan televisi serta dapat menolak setiap tayangan yang dinilai menimbulkan dampak buruk dalam kehidupan masyarakat. Terutama pada kalangan anak dan remaja. Karena persoalan tersebut tidak hanya akan dirasakan oleh keluarga tetapi juga akan menjadi masalah sosial di dalam masyarakat untuk di kemudian hari. ***

1 comment: