Pasca tsunami, keadaan Banda Aceh sekilas berangsur berubah menjadi lebih baik. Bahkan kalau dibandingkan sebelum tsunami keadaan perekonomian jauh tampak lebih maju. ini terlihat dari semakin banyaknya pembangunan. Dari yang sebelumnya hanya ada di pusat-pusat perkotaan dan jalan-jalan utama, kini telah menyebar sampai ke pelosok-pelosok
Di samping itu semua, sering terlihat fenomena yang sangat menyedihkan, namun sayangnya hanya ada segelintir orang saja yang mau melirik ke arah
Pengemis. Begitulah sebutan yang sering dikatakan orang dan akrab dengan pendengaran kita. Profesi ini menjadi semakin marak diberbagai penjuru
Di persimpangan Jambo Tape dan Simpang
Setiap harinya, disaat aktifitas masyarakat dimulai.
Para pengemis itu biasanya mulai mencari nafkah dari pukul 07.00 sampai mangrib, tapi ada juga yang bertahan sampai pukul 09.00 malam, baru kemudian mereka pulang rumah. Namun sebahagian ada yang harus rela menginap dan tidur di emperan toko-toko dengan hanya beralaskan koran atau di atas meja-meja yang diatur.
Seperti halnya yang dialami oleh Putra, anak berusia 11 tahun yang berasal dari Lampaseh, dikarenakan keluargan yang ia punya semuanya telah menjadi korban pada peristiwa tsunami yang memporak-porandakan Aceh pada akhir tahun 2004. Putra setiap harinya terpaksa menjadi pengemis di Simpang
Setiap harinya ia terpaksa pulang pada malam hari ke rumah. Kalau memang tidak memungkinkan untuk pulang, ia harus tidur di emperan toko atau halte yang ada sambil menunggu pagi. pendapatan yang bisa ia peroleh perharinya rata rata Rp. 30.000,-tapi terkadang juga bisa sampai Rp. 40.000,-. Semuanya tergantung dari berapa banyak orang yang mau memberikan.
Hal yang sama juga dialami oleh Safrizal, bocah berumur 13 tahun yang berasal dari Peuniti. Setiap harinya setelah pulang sekolah, ia rela berburu dengan waktu untuk bisa ke persimpangan jalan raya untuk menjadi pengemis. ini dilakukannya untuk membantu kebutuhan keluarga, dimana ibunya kini hanya bekerja sebagai tukang cuci, sedangkan ayahnya telah lama meninggal dunia.
Selain dari mereka, masih sangat banyak pengemis yang lain, baik itu yang sudah tua renta, atau mereka yang cacat. Namun kebanyakan dari mereka sangatlah tertutup dengan orang lain. Apalagi kalau ada orang yang ingin mendekati dan berbicara dengan mereka, maka mereka akan langsung menjauhinya seakan tidak ingin diajak berinteraksi. Tapi pastinya mereka mempunyai berbagai alasan tersendiri, baik itu karena takut kehilangan profesi atau hal-hal yang lain yang tidak bisa kita mengerti dan pahami. (Fachrur Rizha)
No comments:
Post a Comment